CHAPTER 1 - KEMANA AYAHKU ??? (NOVEL EMAK AKU INGIN KULIAH)

SORE HARI seorang anak kecil duduk gelisah di teras rumahnya menanti ayahnya pulang dari kerja. Tak nyaman dengan duduk-duduk saja, anak kecil itu mondar-mandir keluar masuk rumahnya yang kecil sederhana dan sesekali melihat ke arah jalan di depan rumahnya berharap akan melihat ayahnya segera pulang membawakan oleh-oleh untuknya. Tak terasa sampai matahari tenggelam dan suara adzan mulai berkumandang tetapi sang ayah tak kunjung terlihat olehnya. Raut muka anak kecil itu berubah dari segar ceria menjadi sedih tiada terkira, karena sang ayah yang ditunggu-tunggunya kenapa tak kunjung pulang. Hingga diam kesedihannya tersadarkan oleh ibunya yang menyuruhnya masuk ke dalam rumah karena hari terlihat sudah mulai gelap. Itulah yang kuingat kala aku menunggu kepulangan ayahku di suatu sore hingga di sore-sore berikutnya aku tak bertemu dengannya untuk sekian lamanya.

Ayahku adalah seorang tukang kayu yang begitu sangat aku sayangi. Sewaktu kecil aku sangatlah dimanja olehnya. Apapun yang kuminta pasti ia belikan, hingga di kalangan teman-temanku saat itu aku lah anak yang memiliki jumlah mainan terbanyak. Hal itu hanya sekejap saja, sejak sore itu semua seolah berputar seratus delapan puluh derajat. Kurasa tiada lagi kutemui ayahku, tiada lagi orang yang bisa aku mintai ini itu. Tiada lagi sosok yang biasa mengajakku jalan-jalan dengan sepeda ontelnya.

Kini hanya tinggal ibuku yang menemaniku beserta kakak-kakakku yang berada di rumah. Ibuku, aku memanggilnya dengan kata “Emak”. Emak adalah suatu panggilan untuk sosok ibu yang biasa diucapkan oleh orang Jawa, diantaranya adalah di daerahku kabupaten Pati Jawa Tengah.

“Mak, Ayah kemana?”. Tanyaku
.
Itulah pertanyaan yang biasa aku tanyakan kepada ibuku. Ibuku dengan tenang menjawab pertanyaanku,
 “Ayahmu sedang pergi merantau nak, nanti juga akan pulang. Biar bisa belikan mainan untukmu”.
“Oh begitu ya Mak, tetapi kapan pulangnya Mak?.

Aku kecil yang
baru berusia lima tahun hanya bisa mengiyakan perkataan ibuku. Tak mencoba untuk mencari tahu apakah benar ayahku pergi merantau atau kemana perginya. Hari-hari berikutnya mulai terdengar olehku omongan-omongan tetanggaku yang ramai membicarakan ayahku. Aku yang masih kecil seusiai itu, tetap saja aku seolah tak peduli dan lebih suka bermain-main saja dengan teman-temanku. Ntah apa yang para tetanggaku perbincangkan.

Suatu hari ibuku mengajakku pergi ke suatu tempat untuk mendatangi seseorang. Dengan diboncengkan sepeda ontel biru merk Cina yang biasa dipakai ayahku untuk memboncengkanku, ternyata yang ditemui ibuku adalah sosok orang tua yang sering aku lihat bersama ayahku. Orang yang ditemui ibuku adalah teman seprofesi ayahku, yaitu seorang tukang kayu. Tanpa sengaja aku pun mendengarkan pembicaraan ibuku dengan orang tua itu. Ibuku menanyakan kemana perginya ayahku. Sejak saat-saat itu aku mulai paham bahwa selama ini ibuku juga tidak tahu kemana ayahku pergi. Ibuku hanya berusaha menenangkanku supaya tidak bersedih. Mulai dari hari itu aku sering diajak ibuku menemui orang-orang yang selama ini belum pernah aku temui sebelumnya. Pergi kesana-kemari, bertanya ke satu dua orang. Hingga ntah berapa banyak yang ibuku tanyai. Terlihat betapa sedihnya ibuku mencoba mencari dimana keberadaan ayahku. Ibuku seolah tak lelah menanyai orang-orang yang dinggap tahu dimana ayahku berada, namun tetap hari demi hari kulalui dengan ibuku dengan pergi ke berbagai tempat, tetap saja tak pernah kulihat ayahku lagi. Terlihat ibuku mulai menyerah untuk mencari ayah. Hingga terlihat raut muka ibuku yang sangat kehilangan suaminya yang selama ini telah mengaruniai empat orang anak dan yang satu masih sangat kecil yaitu aku.

Hari demi hari, minggu demi minggu keluargaku hidup tanpa sosok ayah. Hingga terdengar kabar tentang ayahku, tetapi kabar ini justru lebih menyakitkan lagi terhadap ibu dan keluargaku. Ayahku ternyata pergi ke pulau Sumatra dengan membawa seorang wanita yang ternyata itu adalah tetanggaku juga. Ibuku pasti sangat hancur hatinya, pernikahan yang telah dijalani selama bertahun-tahun telah dikhianati ditinggal pergi dengan perempuan lain. Pertama kabar itu sangat sulit dipercaya. Mana mungkin ayahku berbuat semacam itu. Akhirnya, karena ada pamanku yang bertempat tinggal di Sumatra yang juga membenarkan kabar itu. Sehingga tak lagi meragukan kabar yang menghebohkan desaku itu.

Sejak kepergian ayah, perekonomian keluargaku menjadi kalang kabut. Ibuku terpaksa menjual tanah demi bisa membiayai kebutuhan hidup kami. Kakakku yang pertama pergi merantau, kakakku yang kedua perempuan terpaksa tidak jadi melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi karena kasihan melihat ibuku yang masih harus merawat aku dan kakakku yang ketiga yang masih SMP, sedangkan aku yang akan menginjak SD. Padahal kakakku perempuan itu akan mendapat beasiswa di Perguruan Tinggi untuk kuliah. Selama menempuh pendidikan di tingkat SMA juga mendapatkan beasiswa. Sekolahnya diiringi dengan kerja serabutan seusai pulang. Hal itu karena kalau mengandalkan biaya dari keluargaku pastinya ibuku tak mampu menyekolahkan kakak perempuanku hingga sampai SMA. Dengan kepergian ayahku terpaksa kakakku perempuan itu seusai lulus SMA langsung bekerja dan merantau ke Jakarta. Kepergian ayahku itu membuat keluargaku jatuh miskin. Serta yang lebih berat lagi adalah akibat dari perbuatan ayahku yang melanggar norma-norma di masyarakat itu, membuat keluargaku sangat malu. Aku yang masih kecil sering diejek dan disindir oleh teman-temanku karena ayahku seperti itu. Aku hanya bisa diam tak bisa berbuat apa, paling-paling cuma bisa mengadu ke kakak-kakakku atau ke ibuku.

Beban berat yang harus ditanggung ibuku dan kakak-kakakku. Seberat apapun itu, ibu dan kakak-kakakku tetap tegar menjalani kehidupan. Mereka selalu menghiburku supaya tidak iri kepada teman-temanku yang masih punya ayah. Aku yang dulunya sangat manja kini menjadi anak kecil yang mulai sadar diri bahwa aku adalah orang yang tak punya. Lambat laun pelan tetapi pasti aku mulai terbiasa hidup tanpa sosok ayah. Walaupun terkadang sering membayangkan andai saja ayahku masih ada bersamaku, pasti aku bisa bercanda tawa dengannya seperti teman-temanku yang lainnya. Walau tak punya ayah tetapi aku sadar bahwa aku memiliki ibu yang luar biasa yang sangat menyayangiku. Setiap saat setia mengantar dan menjemputku sekolah kala SD. Ibu yang tak kenal lelah membesarkanku. Ibu yang harus membanting tulang untuk membiayai sekolahku. Aku bangga menjadi anak dari ibuku.


#Baca selengkapnya dalam novel "EMAK AKU INGIN KULIAH"

CP : 089620423210, Email : mas.agus.jp@gmail.com, PIN : 7529A05C

0 Response to "CHAPTER 1 - KEMANA AYAHKU ??? (NOVEL EMAK AKU INGIN KULIAH)"

BERLANGGANAN GRATIS VIA EMAIL

Dapatkan Artikel Terbaru Dari Blog Mas Agus JP Melalui Email Anda.