Chapter 3 - Sosok Pengirim Pesan

Chapter 3 - Sosok Pengirim Pesan


Chapter 3 - Sosok Pengirim Pesan

-----------------------------------------

Vika mulai menggemgam gagang pintu, namun saat dia baru akan memutar gagang pintu itu terdengarlah suara yang memaksanya menurunkan tongkatnya. Dia mendengar suara lelaki yang justru sangat familiar olehnya.

“Silfi, Ulfa, Putri.” Jelas suara laki-laki yang sangat di kenal Vika. Itu adalah suara dari Jaka, ketua acara makrab saat itu. Sosok lelaki yang juga merupakan teman yang sangat akrab baginya.

“Syukurlah.” ungkapnya dalam hati, ternyata sosok yang di luar itu adalah temannya sendiri. Vika menunggu beberapa detik, supaya Jaka tak mengetahui bahwa sesungguhnya dia masih terbangun.

“Silfi, Ulfa, Putri?” Terdengar suara itu terdengar berulang.

Suara Jaka semakin keras sambil diselingi dengan ketukkan pintu olehnya. Suara Jaka yang cukup keras itu membuat semua orang di kamar terbangun. Silfi yang pertama terbangun langsung memandangi Vika, seraya terbengong beberapa saat. Lalu ia pun menjadi penasaran, dengan raut wajah yang mulai gelisah dan takut ia beranjak menghampiri Vika. Nampak Vika yang tengah berdiri bersandar di dinding pintu sambil terlihat keringat yang membasahi wajahnya. Disertai genggaman tongkat bambu yang masih berada di lengannya itu. Namun Silfi akhirnya agak tenang, ketika Vika akhirnya membuka suara seraya membuka pintu kamar dengan pelan,

“Ada apa Jaka, kamu membangunkan kami malem-malem gini?”

“Loh kamu tidur disini Vika? Kamar kamu kan disana? Yang lain sudah terlelap ya.” Tanya Jaka.

“Iya, aku tukeran kamar dengan Lisa. Silfi yang meminta.”

“Oh yaudah gak papa. Syukurlah kau baik-baik saja, bagaimana dengan yang lain?” Suara Jaka pelan kepada Vika.

“Ada apa, memangnya kenapa? Semua juga baik-baik saja.” Vika menjelaskan sambil menyembunyikan tongkat yang dia pegang.

“Tadi aku kebetulan lewat sini, sedang berjaga sama Bang Andi. Itu dia.”

Jaka menunjuk seorang lelaki setengah baya yang mengalungkan sarung di lehernya. Bang Andi adalah penjaga penginapan yang mereka tempati saat itu. Lelaki setengah baya itu nampak serius mengamati lingkungan sekitar penginapan. Terlihat ada hal yang sangat dia khawatirkan dari sorot matanya. Matanya dengan tajam, menatap rimbunan semak-semak dan pepohonan yang ada di depan penginapan. Beberapa kali senter yang dia pakai menyorot ke arah gelapnya bayangan di balik pepohonan.

“Ada apa Jak?” Silfi tiba-tiba berada di belakang Vika yang mulai bertanya karena penasaran.

“Tadi aku dan Bang Andi melihat seseorang yang kelihatan mengamati penginapan ini dari kejauhan, dan sempat berdiri cukup lama disana.” Jaka menunjukan jarinya ke arah bangunan kosong yang berdiri tak jauh dari tempat mereka berdiri.

“Kami baik-baik saja kok, tapi tadi memang ada ….” Silfi mencoba menerangkan, namun tiba-tiba Vika memotong kalimat Silfi sambil memegang tangan Silfi dari belakang.

“Tidak ada apa-apa kok, kami baik-baik saja. Itu yang lain juga baik-baik saja.”

Vika meyakinkan Jaka dengan menunjuk dua temannya yang lain yang terlihat masih begitu ngantuknya di wajah mereka. Silfi pun tak mengerti kenapa Vika memotong bicaranya, namun dia berfikir mungkin Vika punya alasan yang tepat kenapa dia melakukannya. Dia mengenal sosok Vika adalah sosok yang tenang dan cerdas dalam mengambil setiap keputusan.

“Ya sudah, kita pergi dulu. Mau melanjutkan muterin kamar-kamar yang lain.” Jaka berpamitan. Sebelum Jaka pergi, Vika agak protes terhadap Jaka.

“Jak, kenapa memilih penginapan yang terpencil seperti ini. Jauh dari penduduk desa dan sangat sepi seperti ini?”

“Hehehe supaya berkesan buat kalian.” Jawabnya singkat sambil berlalu pergi meninggalkan Vika dan Silfi yang agak jengkel mendengar jawaban dari Jaka.

Silfi bertanya kepada Vika kenapa dia memotong pembicaraanya tadi. Silfi sangat penasaran kenapa Vika mencegah dirinya menceritakan apa yang barusan terjadi. Harusnya Jaka itu diberi tahu, karena Jaka adalah ketua panitia acara saat itu.

“Fi, tadi aku membuka kado itu.”

“Apa?” Silfi terkejut.

“Ini isi di dalam kado tersebut” Vika menjulurkan sebuah kotak, Silfi terkejut karena di dalam kotak tersebut dia melihat sebuah mawar merah dan sebuah tulisan tergeletak di sampingnya.

“JAGA DIRI BAIK-BAIK YA SILFI.”

Silfi kembali teringat kejadian tadi siang, dia teringat dengan kata-kata sosok yang memukul Pras itu. Silfi termenung dan terlihat menatap tulisan itu dengan raut wajah penasarannya. Vika kemudian memegang bahu Silfi, dia coba menenangkan sahabatnya itu.

“Tenang aja Fi, berarti sosok tadi yang kamu lihat dia tidak berniat jahat kepadamu. Mungkin malah dia seorang penggemarmu. Hehehe.” Silfi coba menghibur Vika. Mereka pun kembali tidur dibalik berbagai penasaran yang merasuki pikiran mereka.

Pagi datang, mentari terlihat menerangi berbagai penjuru penginapan itu. Silfi melihat ke arah luar jendela, ternyata pemandangan kala pagi benar-benar indah di penginapan itu. Nampak jejeran perbukitan yang menghijau, berhias dengan pohon-pohon yang nampak dihinggapi berbagai jenis burung-burung. Suara kicauan itu seolah menyambut Silfi untuk menikmmati pemandangan pagi itu. Silfi kembali terdiam, karena dari semenjak dia bangun subuh tadi. Dia sudah tak melihat Vika berada di dalam kamar. Silfi pun bertanya kepada dua temannya yang sudah duduk-duduk di depan teras, Ulfa dan Putri. Namun ternyata keduanya tidak mengetahui dimana Vika berada. Ternyata Vika meninggalkan sebuah pesan di HP Silfi,

“Silfi, aku ada perlu dengan panitia. Sampai jumpa ketika makan pagi nanti ya.”

---------------

Vika berjalan di balik rimbunan pohon yang agak jauh dari penginapan, di dalam suasana pagi yang masih remang-remang dia memberanikan diri menuju ke arah danau. Tempat dimana Pras dipukul oleh seorang yang misterius itu. Dia berjalan dengan agak ragu, dia melakukannya setelah membaca sebuah pesan yang ada di kotak kado malam itu. Vika malam itu menyembunyikan sebuah pesan yang sebenarnya tertuju untuk Silfi, dia tak memberitahukan kepada Silfi bahwa selain ada mawar dan selembar kertas yang dibacanya semalam, ada sebuah pesan yang menyuruhnya pergi ke danau tersebut. Vika tak ingin sahabatnya itu semakin takut, walau dia yakin pengirim kado itu tidak punya niat jahat pada Silfi.

“Silfi, temui aku pagi esok jam enam pagi. Di danau, sendirian. Jika kau ingin tahu siapa yang memukul Pras.” jelas tulisan itu yang tertera dalam kertas yang dia sembunyikan dari Silfi.

Sampailah Vika di danau yang pengirim kado misterius itu maksud, Vika pun menengok ke kanan dan ke kiri. Tiba-tiba dia mendengar sebuah suara dari arah belakangnya,

“Ternyata kau yang datang, Vika. Bukan Silfi.”

“Siapa sebenarnya dirimu? Dimana dirimu? Keluarlah.”

”Kuduga sebelumnya tak ada yang datang. Silfi pasti tak berani sendiri. Malah dirimu ternyata.” Sebuah suara tepat di belakang Vika.

Vika cukup terkaget dengan suara itu, dia coba membalikkan badannya. Dengan penuh keberanian dia membalikkan tubuhnya mengarah ke sumber suara, nampaklah sosok laki-laki yang serba tertutup yang bersandar di sebuah pohon. Vika penasaran dengan sosok yang ternyata juga tahu namanya itu. Vika nampak terkejut kala melihat sosok di belakangnya itu adalah ….


Lanjut Chapter 4 =
----------------------------
Chapter sebelumnya =Chapter 1 = Sosok Misterius
Chapter 2 = Mawar dan Sebuah Pesan

0 Response to "Chapter 3 - Sosok Pengirim Pesan"

BERLANGGANAN GRATIS VIA EMAIL

Dapatkan Artikel Terbaru Dari Blog Mas Agus JP Melalui Email Anda.