Chapter 4 - Patah Hati

Chapter 4 - Patah Hati


Chapter 4 - Patah Hati


“Ternyata kau yang datang, Vika. Bukan Silfi.”

“Siapa sebenarnya dirimu? Dimana dirimu? Keluarlah.”

”Kuduga sebelumnya tak ada yang datang. Silfi pasti tak berani sendiri. Malah dirimu ternyata.” Sebuah suara tepat di belakang Vika.

Vika cukup terkaget dengan suara itu, dia coba membalikkan badannya. Dengan penuh keberanian dia membalikkan tubuhnya mengarah ke sumber suara, nampaklah sosok laki-laki yang serba tertutup yang bersandar di sebuah pohon. Vika penasaran dengan sosok yang ternyata juga tahu namanya itu. Vika nampak terkejut kala melihat sosok di belakangnya itu adalah seorang pria yang kelihatan tak asing baginya. Ia pun penasaran, ia melangkah pelan ingin memastikan sosok itu di balik wajahnya masih tertutup jaket. Namun pria itu tiba-tiba berbalik, pria itu seolah tak ingin ketahuan siapa dirinya.

”Kau kah itu? Mengapa kau disini?” Vika menerka.

Pria itu mengerti bawha vika sudah mengetahui siapa identitasnya, ia pun membuka penutup kepalanya.

“Pras …. ternyata benar dirimu? Kau yang mengirim mawar ini? Kau yang menyuruh Silfi kesini? Ada apa sebenarnya? Kau tahu pelakunya kemarin? Lalu mengapa kau minta ia datang sendiri?” Vika bertubi-tubi bertanya.

“Iya ini aku Vika, pacarmu.” Jelas Pras sambil membalikkan badannya. Nampaklah ia sedikit tersenyum dengan nampak bekas luka yang ada di kepalanya.

“Bisa kau jelaskan semua ini Pras?” Kekhawatiran Vika tentang keadaan Prass berubah menjadi kekhawatiran, kecurigaan dan pikiran buruk lainnya.

Pras berjalan dengan pelan menghampiri Vika. Vika masih terkejut, kenapa sosok yang ia ingin temui itu ternyata adalah pacarnya sendiri. Berbagai pertanyaan semakin merasuk dalam pikirannya, kenapa Pras meminta Silfi untuk bertemu dengannya. Kenapa laki-laki yang sangat dicintainya itu mengirimkan setangkai mawar untuk temannya sendiri. Dia merasa begitu kebetulan bisa tukar kamar dengan Lisa. Kemudian terpikirkan di benaknya, sebenarnya apa yang mereka lakukan kala berduaan di danau dulu sebelum peristiwa pelemparan itu terjadi. Begitu banyak pertanyaan itu membuatnya terdiam tak dapat bicara. Tatapannya penuh penasaran, matanya sayu diliputi rasa sedih mengetahui peristiwa yang tak disangka-sangkanya itu. Kedua matanya menatap ragu langkah Pras yang semakin dekat dengannya. Hingga suara Pras menyadarkan diamnya,

“Vika.” Pras mencoba bicara, namun Vika masih terdiam.

“Vika, pasti kamu kaget dengan kehadiranku disini kan?”

“Pras, kenapa kamu lakukan semua ini? Apa maksud semua ini? Sebenarnya ada hubungan apa kamu dengan Silfi?”

Pras sejenak terdiam, kemudian ia menatap wajah Vika yang mulai tak bisa menutupi kesedihannya. Vika terlihat ingin menangis, perasaannya sudah bercampur aduk meratapi hal yang terjadi tentang perbuatan pacarnya itu. Namun, tiba-tiba Pras menggenggam tangan Vika seraya berkata,

“Vika sayang, aku tak ada apa-apa dengan Silfi. Percayalah, aku masih setia denganmu.”

“Tapi .…” Vika memotong perkataan Pras.

“Tapi apa sayang?” Pras mencoba menenangkan Vika.

Vika hanya terdiam menatap pacarnya itu, dia pun melepas genggaman tangan Pras. Seraya melemparkan sebuah mawar yang semalam dikirimkan di depan pintu. Vika beralih membalikkan badannya, pandangannya menatap jauh ke arah air danau yang masih nampak gelap remang-remang disinari sedikit cahaya pagi. Pras tahu bahwa pacarnya yang cantik itu mulai gundah dan bingung memahami berbagai hal yang barusan diketahuinya. Pras kini berjalan mendekati Vika, dia berdiri tepat di samping Vika. Sejajar mengikuti Vika memandang tenangnya air danau pagi itu.

“Vika, mawar itu aku berikan ke Silfi hanya untuk menenangkannya. Tak ada maksud lain.”

“Maksud lain?” Vika bertanya serius menatap Pras.

“Mmmmm … tentu bodoh sekali jika aku sengaja mengirim mawar untuk seorang wanita, dan wanita adalah sahabat dari pacarku sendiri. Benar kan? Kalau aku ingin macam-macam tentu aku akan mencari wanita lain.”

“Kau jahat Pras, aku tak bisa menerima alasanmu.” Vika berkata seraya meneteskan air mata.

Vika nampak tak kuat menahan air matanya, dia membalikkan badannya dan mulai melangkahkan kakinya untuk meninggalkan Pras. Namun baru beberapa langkah saja, Pras mengejar dan berhasil menggemgam tangan kanannya.

“Vika dengarkan aku!”

Vika tak menghiraukan perkataan Pras, dia menyentakkan tangan kanannya hingga terlepas. Dia berusaha berlari, namun sialnya Pras terus mengejarnya dan kembali berhasil menangkap tangan Vika. Kali ini dua tangganya berhasil Pras pegang.

“Lepaskan aku Pras! Kumohon!”

“Tapi dengarkan aku dulu, ini tak seperti yang kau bayangkan Vika.” Pras meminta sambil tetap menggenggam tangan Vika semakin kencang.

Vika semakin panik dengan perlakuan Pras kepadanya. Dia masih mencoba melepaskan genggaman Pras, hingga akhirnya Vika pun terjatuh karena tersandung oleh semak belukar yang diinjaknya. Genggaman tangan Pras yang kanan pun terlepas. Pras kemudian secara reflek berjongkok dan ingin menolong pacarnya itu.

“Pras, biarkan aku pulang ke penginapan dulu. Aku ingin menenangkan diri.” Vika memohon seraya masih menangis.

Pras belum juga melepaskan genggaman tangganya dari Vika. Vika masih mencoba melepaskan genggaman tangan dari Pras. Tiba-tiba dari arah jalan menuju danau terdengarlah sebuah suara,

“Pras apa yang kamu lakukan!”

Pras dan Vika menoleh ke arah sumber suara, Pras nampak cukup terkaget kala melihat sumber suara tersebut telihat sosok Jaka. Jaka kemudian berlari menghampiri mereka berdua, seketika Pras melepaskan genggaman tangannya.

“Nggak ada apa-apa kok Jak! Hanya pertengkaran biasa.” ucap Pras kepada Jaka.

“Vika, ada apa? Kenapa kamu menangis?” tanya Jaka kepada Vika.
Bukannya menjawab pertanyaan dari Jaka, Vika pun seketika berdiri dan tanpa kata langsung meninggalkan mereka berdua. Pras mulai terlihat kesal dengan kedatangan Jaka, sementara Jaka masih bertanya-tanya gerangan apa yang baru terjadi.

“Pras apa yang terjadi, kamu gak berniat macam-macam dengan Vika kan? Kenapa Vika menangis? Tanya Jaka.

“Hah otak lu mesum pasti. Gak ada apa-apa. Cuma bertengkar saja. Biasa wanita, selalu menggunakan air matanya saat begini.” jawab Pras seolah tanpa salah.

Mendengar perkataan dari Pras itu Jaka cukup emosi, namun ia menahannya. Sudah sering kali dia melihat Vika banyak menangis diakibatkan kelakuan dari Pras. Vika, gadis cantik yang menjadi pacar Pras itu kadang bercerita kepada Jaka tentang masalah mereka. Hingga tak jarang Jaka melihat air mata mengalir di pipi Vika karena ulah Pras.

“Bro, jangan gitu lah jadi cowok. Coba lebih mengerti dia, wanita itu butuh pengertian. Berikan penjelasan yang lebih ia terima, sambil beri perhatian yang memang sepenuh hati. Karena wanita itu lebih mengutamakan perasaanya daripada logikannya.”

“Iya iya Jak, jangan khawatir. Jika soal cinta, aku lebih pengalaman dari kamu. Hahaha.”

“Dasar kamu ya, dinasehati selalu saja sok lebih tahu.” Jaka merasa agak jengkel.

“Ya nyatanya kamu juga masih jomlo sampai sekarang.”

“Hah, ini beda ceritanya. Ini bukan tentang jomlo dan …. ”

“HOE HOE, APA KALIAN GAK LAPAR! WAKTUNYA SARAPAN PAGI HOE.” Suara Jaka terpotong oleh teriakan dari seberang danau. Tak lain adalah suara Setyo, panitia yang kebagian ngurus konsumsi.

“Oke sudah-sudah kita gak usah debat hal beginian, aku laper. Ayo kita sarapan, kelihatannya makanannya sudah siap.” Pras mengakiri obrolan dengan Jaka sambil melangkah menjauh menuju ke penginapan. Jaka pun akhirnya hanya geleng-geleng kepala dan segera mengikuti langkah Pras.

Di sisi lain, Vika sudah sampai ke kamarnya. Seketika dia merebahkan diri diatas ranjang sambil menangis. Silfi pun keheranan, mengapa sahabatnya itu tiba-tiba kembali ke kamar dan langsung menangis.

“Vika, apa yang terjadi? Kenapa kamu menangis?”

Vika masih terdiam cukup lama dalam tangisnya, Silfi terus bertanya sambil mencoba menenangkan Vika. Hingga akhirnya suara Vika pun terdengar mengagetkan Silfi. Sebuah pertanyaan yang tak pernah disangka-sangkanya. Pertanyaan dari Vika yang memaksanya terdiam untuk waktu yang cukup lama.

“Vika, sebenarnya ada hubungan apa kau dengan Pras??” tanya Vika.

“Sebenarnya aku dan Pras itu ……”


Lanjut Chapter 5 =
Pengakuan Silfi
----------------------------
Chapter sebelumnya =

Chapter 1 = Sosok Misterius
Chapter 2 = Mawar dan Sebuah Pesan
Chapter 3 = Sosok Pengirim Pesan

0 Response to "Chapter 4 - Patah Hati"

BERLANGGANAN GRATIS VIA EMAIL

Dapatkan Artikel Terbaru Dari Blog Mas Agus JP Melalui Email Anda.