Berterima Kasih Pada Takdir Dan Masa Lalu

Berterima Kasih Pada Takdir Dan Masa Lalu
Edisi Sekitarku
Mungkin diantara kita pernah terbersit dalam hati dan fikiran, “kenapa aku dilahirkan seperti ini ? kenapa aku dilahirkan dari keluarga seperti ini ? kenapa aku tidak dilahirkan seperti mereka ?” mungkin hampir semua orang pernah memikirkan itu termasuk juga aku. Ada yang memikirkan sekilas saja dan adapula yang memikirkan itu sampai begitu membebaninya. Hingga malah mereka itu sering kali menyalahkan orang-orang disekitarnya ntah itu orang tua, saudara, teman-teman, tetangga bahkan sampai menganggap Tuhan itu tidak adil. Ya bermula dari pertanyaan-pertanyaan kenapa dan kenapa itu. Aku ingin bercerita tentang hal tersebut karena pada saat menulis ini aku baru tersadari dan memahami dengan baik betapa seharusnya kita harus berterima kasih kepada Allah telah diberikan hidup seperti sekarang, dilahirkan dengan keadaan seperti ini dan itu, dibesarkan di keluarga yang berbeda, diberi cobaan dan tantangan yang beraneka ragam. Berterima kasih bersyukur telah mentakdirkan kita dengan sedemikian itu.

Tentang Ayah,
Dulu sempat terbersit difikiranku, “Ohh… Kenapa aku dilahirkan dilekluarga seperti ini”. Aku adalah seorang anak yang dilahirkan dari keluarga sederhana tapi
bisa dibilang berkecukupan. Ibuku seorang petani dan ayahku seorang tukang kayu. Tapi Itu berlangsung kala aku masih kecil kala umurku dibawah lima tahun. Beranjak lima tahun peristiwa besar terjadi dikeluargaku. Ayahku tiba-tiba tak aku lihat untuk hari-hari yang cukup lama. Waktu masih sekecil itu aku hanya bisa bertanya dimana ayah berada kok tidak kelihatan lagi. Ibuku dan keluargaku hanya mengatakan “ayahmu sedang merantau”. Tapi kenapa lama bertahun-tahun tak kujumpa dengan ayahku. Tapi ntah benar atau tidak aku baru tahu itu pada saat mulai menginjak sekolah dasar. Rahasia walaupun disimpan dengan rapi kalu Allah berkenan membukanya maka terbuka. Ternyata ayahku memang pergi merantau tapi beliau meninggalkan ibuku karena wanita lain. Tapi karena kepergiannya itu aku juga sekarang berterima kasih pada beliau. Kenapa ??? Nanti aku ceritakan dibagian terakhir. Kembali kekepergian ayahku, sejak saat itu keluargaku perekonomiannya bisa dibilang kalang kabut. Tulang punggung keluarga telah tiada. Itu membuat keluargaku benar-benar jatuh. Waktu terasa semakin berlalu, sejenak aku lupa dengan ayahku. Bahkan aku seperti tak memiliki seorang ayah. Tapi disinilah derita batin yang kualami, saat melihat teman-temanku dimanja oleh ayahnya. Punya sosok pelindung dikeluarganya. Punya sosok untuk dia meminta dan mengadu. “Kenapa ayahku pergi ??? kenapa aku serasa tak punya ayah ???”. tapi kini aku mengerti kenapa Allah memberiku jalan seperti ini. Allah ingin memperlihatkan sosok ibuku yang begitu sayang kepadaku. Allah ingin menunjukan sosok ibuku yang sangat mulia. Ibuku sungguh benar-benar menggantikan sosok ayah dalam hidhidpku. Terima kasih Ya Allah telah kau anugerahkan ibu yang luar biasa padaku.

Jam Tangan sepluh ribu,
Selanjutnya, akibat dari kepergian ayahku masih terasa. Teman-teman sepermainanku mereka seringkali diberikan mainan oleh ayah-ayah mereka. Rasanya aku iri sekali dengan mereka. Lagi-lagi aku berfikir “kenapa dan kenapa”. Ingin meminta kepada ibuku, ah itu nantinya hanya jadi beban untuk ibuku. Tapi saat ibuku melihatku bermain dengan teman-temanku tapi disitu terlihat aku tidak mempunyai apa yang mereka mainkan. Terlihat sedih raut muka ibuku. Pada suatu saat teman-temanku banyak yang dibelikan jam tangan oleh orang tua mereka. Saat itu mereka kemana-kemana memakai jam tangan. Ketika kumpul mereka selalu membicarakan jam tangan mereka, ntah jarun jamnya, angka-angkanya, bentuknya, pernak-perniknya. Ya maklum anak-anak membicarakan yang mungkin rang dewasa mengganggapnya gak penting. Tapi pada saat itu aku hanya terdiam karena tidak mempunyainya. Ternyata ibuku tahu perasaan yang kurasa. Pada suatu hari tiba-tiba aku dibelikan jam tangan oleh ibuku, sungguh sennang sekali waktu itu. Tapi pada akhirnya aku tahu kalau itu adalah hasil ibuku berhutang kepada tetanggaku. Ibuku rela berhutang, demi jam tangan yang kutahu harganya masih kuingat seharga sepuluh ribu. Banyak yang lain peristiwa yang hampir sama. Tapi ntah kenapa aku mulai terbiasa dengan keadaan keluargaku. Aku menjadi anak yang gak suka meminta-minta lagi pada keluargaku. Padahal dulu saat ayahku masih dirumah, sungguh aku termasuk anak yang manja. Apa-apa minta dibelikan. Memang baru tersadar saat ini. Kenapa Allah memberiku masa kecil seperti itu. Jawabanya sederhana “supaya aku jadi anak yang sederhana dan tidak jadi anak yang manja”. Lagi-lagi aku memang wajib bersyukur tentang hal ini, segala puji bagi Allah telah memberikanku masa kecil seperti itu.

Uang saku seratus rupiah,
Aku sudah terbiasa menerima kondisi keluarga seperti apa. Pada saat aku masuk SD, masih kuingat saat itu setiap berangkat sekolah diberikan uang saku ibuku 200 rupiah. Seratus rupiah untuk jajan dan seratus rupiah untuk ditabung. Pada saat itu masih kuingat uang seratus rupiah itu bisa aku belikan empat buah permen. Kadang kala memang iri dengan teman-temanku yang diberi uang saku banyak oelh orang tua mereka. Hingga kala melihat teman-temanku bisa jajan banyak jajanan aku jadi iri. Timbul lagi itu fikiran “kenapa dan kenapa”. Tapi lama kelamaan aku terbiasa dengan kondisiku seperti itu. Bahkan sampai sekarang pun sudah terbiasa kala aku tidak punya apa-apa dibandingkan teman-temanku yang punya banyak hal. Kini aku rasakan manfaatnya, Allah ingin menunjukan bahwa yang utama bukan uang yang membuat kita bahagia tapi hati yang nerima dan bersyukur dengan seberapaun rizki yang Allah beri.

Menjadi rangking 1,
Hampir setiap malah aku disuruh belajar oleh kakak perempuanku, suparyati namanya. Karena memang dia yang menggantikan ayahku untuk masalah menyuruh-menyuruh belajar. Tapi kadang jengkel juga kenapa harus disuruh belajar padahal teman-temanku sedang asyik-asyik bermain. Itu lagi fikiran dating “kenapa dan kenapa”. Maklum kakakku yang satu ini memang orange pintar, sekolah SMA juga digratiskan Negara. Padahal saat itu ditempatku sampai setingkat SMP sudah jarang anak-anak mau sekolah. Kakakku dibiayai pemerintah karena dia menjadi sepuluh besar terbaik  sekabupaten pati saat ujian SMP. Jadinya diberikan beasiswa di SMA. Ahhh tapi saat masih kecil mah mana aku peduli dengan itu semua, yang penting ya bermain dan bermain. Tapi ya tetap saja dipaksa harus belajar, kadang ya pura-pura belajar bolak balik buku padahal Cuma dibolak balik saja gitu. Tapi lama kelamaan ya memang belajar beneran. Hingga pada saat pertama kali tes di SD pada kelas satu catur wulan pertama. Pada saat itu memang masih menggunakan tri wulan dalam ujian-ujiannya. Hasil pembagian raport aku mendapat rangking 1. Padahal saat itu aku termasuk siswa yang sebelumnya tanpa masuk TK dan banyak sekali temanku yang dulunya TK dahulu. Hehehe tapi yang senang saat itu keluargaku, pada saat kelas satu SD itu mah aku biasa saja. Serasa itu tak istimewa, baru terasa menginjak tingkat-tingkat kelas berikutnya. Sejak sudah dibiasakan untuk belajar, sesudah itu aku menjadi langganan seringnya dapat rangking 1. Baru aku tahu kenapa aku dulu gak terima kasih dengan kakakku dan keluargaku yang sampai-sampai harus memaksaku untuk belajar. Padahal memang itu lebih berguna daripada bermain-main saja. Iya kesadaran memang baru terasa saat kita sudah memahaminya sekarang. Terima kasih untuk kakakku.

Putus Sekolah,
Ini adalah salah satu peristiwa paling bersejarah dalam hidupku. Setelah aku tamat MTS, aku melanjutkan di Madrasah Aliyah didesaku, MA Miftahul Ulum Tambakromo. Tapi hanya bertahan 3 bulan aku keluar dari sekolah itu. Salah satu penyebabnya karena merasa sudah bosan disekolah dan juga melihat teman-temanku memiliki banyak fasilitas-fasilitas pemberian orang tua mereka. Aku jadi ingin memelikinya. Jadi aku putuskan untuk merantau ikut kakakku di Kalimantan sebagai pekerja tambang. Sekitar lima bulan aku disana. Tapi selam itu Cuma mendapatkan sedikit uang, boro-boro untuk membeli HP bagus yang aku impikan pada saat itu. Padahal sebenarnya bisa tapi keadaan memaknya tidak bisa, karena pada saat punya uang tiba-tiba ada suatu isu yang aku dan rombongan terpaksa pulang. Yaitu isu pembunuhan sadis disana. Tanpa terasa aku mulai menyesali keputusanku untuk merantau dan putus sekolah. Saat itu fikiran-fikiran kenapa dan kenapa menghantui lagi. Menyalahkanku sendiri, menyalahkan keadaan, menyalahkan keluargaku dan menyalahkan orang lain. Aku pulang hanya membawa sebuah gitar yang aku beli disana dan beberapa ratus ribu uang. Padahal aku berencana cari uang yang banyak supaya nanti bisa sekolah lagi. Menyesal sudah tiada gunanya, eits disinilah seharusnya aku harus berterima kasih pada Allah karena aku putus sekolah.  Terima kasih telah memberiku jalan seperti ini. Karena mengapa setelah aku pikir-pikir sekarang, aku bisa seperti ini karena aku dulu putus sekolah. Setelah pulang kampung halaman aku jadi penggaguran dirumah. Lama dirumah aku ingin merantau lagi karena memang di Kalimantan itu hanya isu. Tapi beberapa kali mau berangkat eh gagal terus gak jadi-jadi. Pada saat itu malahan ada yang menawariku mondok dan sekolah lagi secara gratis. Kabar gembira itupun aku menerimanya, karena memang aku ingin sekolah lagi. Ini buktinya kalu kita ada harapan, Allah pasti memebrikan jalan dan kadang malah ada tambahan bonusnya. Ini aku diberi bonus bisa mondok juga yang dengan mondok inilah aku bisa lebih mengenal agamaku. Inilah pentinya lagi kita harus tetap bersyukur kepada Allah dan selalu punya harapan walau hal yang kita anggap paling buruk menimpa kita. Pada dasarnya itu mah adalah tantangan. Kali ini, terima kasih Ya Allah telah memberikan pelajaran bagiku melalui putus sekolah. Disini aku lebih mengerti pentingnya pendidikan dan disini aku juga memahami betapa harus bekerja keras seseoarang ketika harus mencari uang.

Dari Putus Sekolah Menjadi Kuliah,
Pada sesi ini aku ingin berterima kasih kepada ayahku. Lho kenapa ??? pasti ada yang bertanya kan beliau tidak menguliahkanku, boro-boro kuliah, membiayai sekolah pada tingak SD saja enggak. Terus dari mana kenapa  aku harus berterima kasih kepadanya. Begini, memang ayahku bisa dibilang ayah yang gak bertanggung jawab. Dulu juga aku sempat sangat membencinya bahkan mungkin aku sudah menganggap aku ini seseorang yang tidak punya ayah. Dari umur lima tahun sampai kuliah pun aku tak merasakan sosoknya sebagai ayahku. Terus kenapa ??? nanti dulu. Walau beliau seperti itu setelah seumur ini aku jadi mengerti betapapun sifatnya seperti apa beliau itu tetap ayahku. Kuakui tidak kuakui beliaulah yang membuatku bisa ada didunia ini. Dan berkat beliaulah aku bisa kuliah. Itulah yang utama, walau andilnya kepadaku memang berperan secara tak langsung. Saat perasaanku sudah menerimanya sebagai ayahku aku pun berdoa kepada Allah suapaya ayahku dipulangkan kembali kekeluargaku. Ntah itu doa yang mustahil atau tanpa alasan, tapi kurasa tidak ada doa yang tulus yang mustahil dan tanpa alasan. Dan Allah mengabulkan doaku, pada semester enam yang lalu aku mendengar kabar dari kakakku bahwa ayahku pulang kerumah. Saat aku pulang aku pun senang bisa melihatnya, selama bertahun-tahun aku tak melihatnya untuk kembali tinggal bersama keluargaku. Kembali tentang rasa terima kasihku pada ayahku, begini yang aku pahami. Ternyata memang jalan seperti inilah yang diberikan Allah kepadaku, dan itu ternyata sangat luar biasa. Coba fikirkan andai saja ayahku pada waktu aku kecil itu tidak meninggalkanku, mungkin aku akan tetap menjadi anak yang manja, anak yang suka minta-minta, anak yang suka foya-foya, mungkin aku tidak paham betapa ibuku sangat menyayangiku, mungkin juga aku tidak akan bisa sampai mau sekolah dengan sungguh-sungguh, mungkin malahan tidak sampai mau SMA dan menjadi seperti teman-temanku yang lain yang lebih suka merantau, mungkin aku tidak akan merasakan apa itu pondok pesantren, dan mungkin aku tidak bisa kuliah seperti sekarang ini, dan mungkin aku tidak menjadi seorang Agus JP yang seperti sekarang ini. Itulah mengapa aku juga berterima kasih pada ayahku selain dengan orang-orang yang mendukungku secara langsung hingga aku bisa kuliah seperti ini. Dan Alhamdulillah ayahku sudah mengakui kesalahannya dan kembali pulang.. Karena memang lebih baik menjadi mantan penjahat dan kembali menjadi orang baik, dari pada mantan orang baik yang berakhir jadi penjahat dalam hdiupnya. Semoga Allah mengampuni kesalahan-kesalahnnya yang telah lalu. Amiiin.

Kesimpulan,
Pada dasarnya jalan takdir kita itu menurutku sungguh adalah sebaik-sebaiknya jalan untuk kita. Tinggal kita yang mau menjalankannya dan dari sudut pandang mana kita mau melihatnya. Ternyata yang kita kira itu buruk malahan kedepannya menjadi titik loncatan kebaikan. Yang kita kira pengalaman buruk malahan jadi bahan pembelajaran yang sangat berharga bagi hidup kita. Coba pahami masa lalu kita, pahami betapa sebenarnya Alllah banyak sekali memberikan pelajaran bagi kita yang mungkin sekarang kita belum bisa memahaminya. Selanjutnya marilah kita selalu bersyukur dengan apa yang telah terjadi dengan mengambil hikmah dan pelajaran dari apa yang telah terjadi itu, apapun dan seperti apapun itu. Kedepam mari selalu berusaha melakukan terbaik apa yang bisa kita lakukan sekarang. Okeee, selamat mempelajari masa lau takdirnya dan selamat mendapatkan pelajaran berharga dari itu semua.

0 Response to "Berterima Kasih Pada Takdir Dan Masa Lalu"

BERLANGGANAN GRATIS VIA EMAIL

Dapatkan Artikel Terbaru Dari Blog Mas Agus JP Melalui Email Anda.