PUTUS SEKOLAH
Edisi SMA
Sudah tiga bulan kiranya aku
sekolah di MA Miftahul Ulum Tambakromo. Saat di MA, aku termasuk siswa yang
biasa saja tak begitu berpengaruh terhadap temanku yang lainnya dalam
pergaulan. Hanya mungkin kala dalam pelajaran aku punya pengaruh dalam
teman-temanku. Karena untuk pelajaran aku sangat serius dan menyukainya. Semua berjalan
biasa dalam tiga bulan itu, tak memliki banyak kesan yang mendalam dalam
keseharianku.
Kebosanan mulai terasa dibenakku,
rasa hambar mulai terasa dihari-hariku saat itu. Tiada seorangpun yang
menyemangati, hanya diri sendiri yang bertahan menghadapi kesepian hati. Hari
demi hari terasa itu sunguh berjalan lambat sekali waktu berganti. Padahal
disana
aku banyak memiliki teman yang baik, sahabat-sahabat yang senantiasa bercanda
tawa bersama. Hingga sering aku berceloteh “Yuuuk keluar sekolah”. Kalimat itu
terulang berkali-kali dari mulutku.
Tingkat kesendirian dan
kebosananku makin menjadi, rasa sedih dan iri yang mendalam melihat
teman-temanku yang memiliki berbagai fasilitas dan materi sedangkan aku tidak
memilikinya. Membuatku makin terpuruk dalam kesedihan. Sering aku menangis
sendiri meratapi kehidupan yang ku jalani. Aku mulai berfikir kacau, bagaimana
aku bisa keluar dari kondisi seperti itu. Aku ingin keluar dari suasana yang
menyiksaku itu. Hingga tiba dating difikiranku bagaimana kalau aku merantau
saja ? wah itu ide bagus fikirku. Sejak saat itu aku mulai berfikir bagaimana
caraku bisa merantau dan akhirnya bisa keluar dari sekolah itu. Hingga suatu saat kakakku yang paling tua
pulang dari perantauan dikalimantan. Waah kesempatan emas fikirku, pasti
sebentar lagi kakakku selang beberapa minggu akan berangkat lagi ke Kalimantan
untuk merantau. Tapi aku bingung bagaimana aku bisa ikut merantau, pasti jika
langsung terus terang ingin keluar sekolah maka bakal dimarahi habis-habisan
oleh keluargaku yang lain. Aku masih bingung.
Suatu hari keluargaku berkumpul
bersama. Dalam suasana bercanda tawa aku berceloteh bahwa malas rasanya
sekolah. Keluargaku pun menanyakan dengan bercanda pula, “lha mau apa jika
tidak sekolah ?”. Ini lah kesempatan emas yang aku tunggu-tunggu, akhirnya
dating juga. Sontak aku menjawab “Aku ikut merantau saja ke Kalimantan”.
Pembicaraan pun dari awalnya bercanda jadi sedikit serius. Dan mulai menanyaiku
macam-macam, apakah benar ingin merantau dan keluar sekolah. Aku pun mengiyakan
pertanyaan mereka. Setelah perbincangan itu banyak keluargaku yang menasehatiku
untuk tetap sekolah saja. Karena juga
baru tiga bulan dan baru saja membayar banyak iuran. Tapi aku bersikeras untuk ikut
merantau saja ke Kalimantan.
Beberapa hari kemudian,
permintaanku untuk merantau itu pun disetujui oleh keluargaku walau dengan
terpaksa. Sejak disetujui itu aku jadi mulai tak berangkat kesekolah lagi.
Sejak itu teman-temanku disekolahku mulai bertanya-tanya kenapa aku tidak
berangkat lagi kesekolah. Termasuk guru-guru yang mengenalku disekolah. Karena
memang Cuma beberapa guru yang mengenalku kala di MA itu, karena aku saat itu
tak begitu suka cari muka atau berakrab ria dengan para guruku. Hanya beberapa
guru yang aku sukai saja yang aku akrabi dan mengenalku. Akhirnya teman-temanku
pun tahu bahwa aku akan merantau ke Kalimantan. Kini kata-kata yang sering aku
ucapkan dulu malah terwujud juga. Yaa kata-kata mengajak teman-temanku untuk
keluar sekolah atau didaerahku lebih dikenal dengan istilah “Mbogel”. Sejak
saat itulah aku menjadi seorang yang putus sekolah.
0 Response to "PUTUS SEKOLAH"
Post a Comment