BIDIKMISI IKUT ORGANISASI, WHY NOT? - Catatan Sang Bidikmisi Ke-10

“Kuliah saja itu percuma, jangan menjadi mahasiswa kupu-kupu. Kuliah pulang – kuliah pulang”

Kalimat itulah yang sering aku dengar dari kakak-kakak tingaktku pada masa awal aku kuliah. Mahasiswa kupu-kupu yaitu mahasiwa yang kesehariannya hanya kuliah pulang kuliah pulang. Setelah pergi ke kampus ya pulang ke kos, seolah tidak ada kegiatan-kegiatan lain yang menjadi rutinitas saat kuliah. Hal itulah yang dimaksud oleh mereka, para kakak tingkat yang berusaha meyakinkanku untuk ikut berorganisasi di kampus.

Masih terpampang jelas di ingatanku, salah satu kewajiban mahasiswa bidikmisi adalah ikut dalam lembaga kemahasiswaan. Ya aku harus ikut organisasi, itu adalah kewajiban yang tidak bisa aku tinggalkan. Awalnya aku berfikir mungkin hal itu adalah suatu yang berat dan akan membebani kuliahku. Namun harus berkata apa, tak mungkin aku akan menghindari salah satu dari delapan poin kontrak yang telah aku tanda tangani diatas kertas bermaterai enam ribu itu.

Beranjak mulai dari semester pertama aku sudah terjun di organisasi Imbisi, organisasi bidikmisi di fakultasku. Aku juga mulai mengikuti kegiatan-kegiatan yang diadakan oleh beberapa organisasi di fakultasku. Banyak acara yang memang saat itu ditujukan untuk mahasiswa baru sepertiku. Saking seringnya aku mengikuti dan mencari tahu tentang berbagai organisi hingga aku merasa bahwa berorganisasi itu terlihat asyik dan bermanfaat. Terlihat kakak-kakak angkatan yang begitu semangat walau terlihat sibuk dalam mengurusi sebuah acara.  Mereka terlihat  begitu menikmati kegiatan yang mereka lakukan.

Waktu terus berjalan, mulai di semester dua aku pun sudah terjun bergabung di Himpunan Mahasiswa Pendidikan Ekonomi (Hima PE) dan juga organisasi keagaamaan yaitu Eksis Rohis FE Unnes.  Ternyata di organisasi itu menyenangkan dan banyak pengalaman baru. Setiap organisasi mempunyai masa kepengurusan selama dua semester. Pada semester dua itu aku sudah terjun di tiga organisasi. Berlanjut ke periode selanjutnya pada semester empat tepatnya, aku masih setia mengurusi Imbisi dan juga masih bertahan di Eksis. Selain itu sekarang dari Hima aku berpindah ke organisasi yang lebih tinggi yaitu Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) yang ada di fakultasku.  Tak puas dengan tiga organisasi yang telah aku ikuti, aku pun kemudian bergabung dengan Komunitas Ilmiah Mahasiswa Ekonomi (KIME). Sebuah komunitas yang mempelajari seputar karya ilmiah.

BIDIKMISI IKUT ORGANISASI, WHY NOT?  - Bagian bersama HIMA Pendidikan Ekonomi Unnes.

Himpunan Mahasiswa Pendidikan Ekonomi. Sebuah lembaga kemahasiswaan yang
berada di jurusanku. Sebuah organisasi yang baru diresmikan pada tahun 2010. Aku pun menjadi fungsionaris angkatan pertama dalam organisasi itu. Aku bergabung menjadi fungsionaris di organisasi ini berawal dari sebuah informasi dari sang ketua organisasi  sendiri. Mas Andri, dia memberiku informasi untuk bergabung ikut dalam organisasi Hima yang dia pimpin itu. Dia tahu kalau aku telah gagal dalam seleksi fungsionaris BEM pada tahun 2010 itu. Awalnya, memang aku berencana langsung bergabung dengan BEM. Beberapa tahap seleksi telah aku ikuti dan lolos, namun ada satu tahap seleksi yang tidak aku ikuti gara-gara aku yang kala itu sangat ingin pulang kampung hingga aku tak mengikutinya. Sebagai mahasiswa baru kala itu, aku cenderung lebih mementingkan pulang kampung daripada ikut tahapan seleksi.

                Aku pun mendaftar, seperti halnya yang lainnya aku pun mengikuti tahapan demi tahapan seleksi dalam penerimaan fungsionaris. Kala pengumuman, aku pun diterima menjeadi fungsionaris Hima PE. Hal yang membuatku terkejut, rapat perdana yang mengumpulkan semua fungsionaris pada saat itu Mas Andri mengumumkan bahwa aku langsung menjadi Ketua Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa (Adkesma). Membawahi sembilan mahasiswa lain yang sebagiannya justru kakak kelasku. Kepercayaan besar dan tanggung jawab telah diberikan padaku, walau di awal terasa olehku adanya keraguan. Namun akhirnya kepercayaan besar mulai aku rasakan saat sembilan mahasiswa di departemenku juga mempercayaiku. 

                Menjadi seorang ketua departemen memang penuh dengan tanggung jawab. Banyak hal yang harus dilakukan seorang ketua, mengarahkan departemenku untuk bisa menjalankan semua program kerja yang ada. Oh itu memang berat namun terasa menyenangkan. Apalagi jika di dukung oleh para anggota yang solid. Awalnya aku sungguh merasa kurang sanggup, namun saat itu aku mempunyai seorang sekretaris yang selalu memberiku semangat. Dia adalah Ika Nur Atmawati, seorang gadis cantik yang sebenarnya merupakan kakak kelasku. Dia lebih berpengalaman dariku dalam berorganisasi, hingga aku sangat beruntung mempunyai sekretaris seperti dia.

                Departemen Advokasi dan Kesejahteraan Mahasiswa atau biasa kami singkat dengan Adkesma, salah satu kegiatan yang sangat berkesan ketika aku berkecimpung di dalamnya adalah ketika kami mengadakan acara dialog interaktif antara mahasiswa dan jajaran birokrasi jurusan pendidikan ekonomi. Sebelum acara itu berlangsung kami melakukan sebuah penelitian kecil dengan menyebar angket ke para mahasiswa. Isinya adalah tentang saran kritik terhadap pihak jurusan. Hal yang tak kami sangka-sangka pun terjadi. Banyak isian angket yang telah terkumpul itu banyak memuat kritikan yang begitu pedas bagi para dosen dan pejabat jurusan. Parahnya, karena aku dan departemenku banyak yang masih semester awal jadi kami melaporkannya begitu mentahnya. Tak begitu kami saring dan kami pilah mana yang pantas mana yang tidak pantas di laporkan. Kala acara berlangsung kami justru yang mendapat banyak kritik dari pejabat jurusan,

                “Ini angket model apa? Isinya kok seperti ini?”
                “Ini pakai model penelitian apa kok bentuk angketnya seperti ini?”
                “Ini kok dalam angket ada yang mengatakan bahwa dosen terlalu tua untuk mengajar, diganti saja dengan yang masih muda”
                Kalimat-kalimat kritikan itu mengarah pada panitia, tentu saja aku yang merasa paling bersalah. Kritikan pun terus berlanjut,
                “ini hasilnya kok ada yang mengkritik bahwa dosen terlalu tegas, eh ada juga yang mengkritik bahwa dosen itu harus tegas. Sebenarnya kalian maunya apa?” tanya para pejabat jurusan.

                Aku, segenap panitia dan para peserta di acara itu pun jadi terdiam. Ah kenapa jadi begini fikirku, harusnya kami para mahasiswa yang mempertanyakan itu pada para dosen. Bukan mereka yang malah menanyai kami dengan berbagai pertanyaan itu. Selain dari berbagai kritikan itu masih banyak kritikan lain yang di bahas dalam acara itu. Tentang berbagai fasilitas, pelayanan mahasiswa, pengajaran dosen dan lain-lain. Acara itu pun menjadi pelajaran besar bagiku dan bagi organisasi Hima. Supaya ke depan lebih hati-hati, dari acara itu pun aku menjadi dikenal para dosen. Ya dikenal karena membuat acara yang mengkritik pihak dosen dan jurusan secara kacau. Setelah selesai acara itu, di hari berikutnya aku kembali  dihubungi oleh pihak jurusan,

                “Agus, berkas-berkas angket kemarin akan kami bawa ke rapat tingkat fakultas”

Aduh, aku semakin gemetar saja rasanya. Pada tingkat jurusan saja aku sudah hampir kena marah-marah. Apalagi nanti kalau nanti dibawa rapat tingkat fakultas, ah bisa-bisa aku akan kena masalah besar. Namun ternyata setelah rapat tingkat fakultas berakhir, aku tak mendapat teguran ataupun kritikan dari pihak fakultas. Justru aku melihat mulai banyak fasilitas fakultasku yang mulai diperbaiki. Alhamdulillah, masalah yang aku takutkan tak terjadi. Malahan kini aku menjadi lebih dikenal oleh para dosen, mereka ternyata memaklumi kesalahanku dalam membuat angket penelitian itu. Memang aku tak berfikir untuk mencari kejelekan dan keburukan pihak jurusanku, namun dari acara itu aku mengharapkan jurusanku menjadi lebih baik lagi.

BIDIKMISI IKUT ORGANISASI, WHY NOT?  - Bagian bersama Eksis Rohis FE Unnes. 

Dalam berorganisasi aku pun belajar tentang yang namanya keikhlasan dan tanggung jawab. Seperti yang aku alami di organisasi Eksis Rohis  Fakultas Ekonomi, suatu organisasi yang berkecimpung dalam keagaaman. Suatu organisasi yang aku harapkan bisa memperdalam pengetahuan agamaku, agama Islam. Aku masih belum puas dalam memperdalam ilmu agamaku, walau dulu pernah menuntut ilmu di pondok pesantren sekitar tiga tahun kala aku SMA. Bagiku, ilmu agamaku masihlah dangkal. Terlalu dini jika aku menganggap sudah merasa cukup dalam memperdalam ilmu agamaku. Selain itu, aku ikut berorganisasi dalam Eksis itu karena aku berfikir jika aku gabung dengan organisasi itu maka tentu aku akan punya banyak teman yang taat beragama. Tentu hal itu sangat bermanfaat bagiku, karena menurutku sifat seseorang itu akan dipengaruhi oleh sifat-sifat teman mereka yang selalu bersama mereka.

Aku mulai bergabung dengan Eksis saat awal semester dua, berbarengan dengan ketika aku bergabung dengan HIMA PE. Jadi kala itu aku ikut tiga organisasi, Imbisi, HIMA, dan juga Eksis. Sebagai mahasiswa baru, banyak teman-temanku mengatakan bahwa aku terlalu banyak mengikuti organisasi. Namun bagiku itu biasa saja, baru tiga fikirku. Baru aku sadari betapa sibuknya menjadi aktifis organisasi, ketika ada acara yang kebetulan waktunya berbarengan di antara ketiganya. Aku harus mondar-mandir dan pintar membagi waktu. Disinilah aku mengerti betapa pentingnya mengatur waktu. Aku merasa jadi mahasiswa yang sibuk.

Pada awal aku masuk Eksis, aku ditempatkan di departemen Hubungan Masyarakat atau biasa disingkat dengan kata Humas. Departemen Humas yang kala itu diketuai oleh Mas Mail. Serta Eksis sendiri yang kala itu diketuai oleh Mas Ian. Dalam masa awal ini aku pun mendapat banyak teman baru, inilah salah satu enaknya berorganisasi. Aku bisa mendapat banyak teman baru. Kala banyak temanku mahasiswa baru yang terbaring empuk di kasur kosnya, aku telah mendapat banyak senyum baru yang terlihat dari wajah teman baruku. Seketika saat itu dari tiga organisasi saja yang telah aku ikuti aku telah mendapatkan nama-nama baru yang mengisi kontak kenalan dalam ingatanku.

Pada periode ini, aku merasa senang bisa bergabung dengak Eksis walau aku belum begitu sibuk karena aku masih menjadi staf biasa. Jadi tak banyak tanggung jawab yang aku emban, namun di kala acara-cara Eksis aku suka sekali jika ditawari menjadi pembawa acara. Niscaya aku akan menerimanya, kalau tidak ditawari maka aku akan menawarkan diri. Hingga beberapa agenda acara paling besar di Eksis, maka aku pun mendapat kepercayaan untuk menjadi pembawa acaranya. Diantaranya adalah dua acara besar di Eksis, yaitu Tabligh Akbar dan Silaturrohim Mahasiswa Baru Fakultas Ekonomi. Awalnya juga aku ragu untuk melakukannya, karena adanya ketakutan jika nanti aku akan grogi di atas panggung. Membayangkan aku sendiri yang tengah grogi dengan penuh keringat bercucuran di wajah, itu sungguh membuatku malu. Apalgi jika membayangkan kala lidahku membisu ketika menatap banyak mata yang melihatku, dan akhirnya aku tak bisa banyak berkata. Namun akhirnya keraguan itu hilang, kala akhirnya aku pun jadi berdiri diatas panggung. Masing-masing dari dua acara besar itu pun akan dihadiri oleh ratusan penonton. Tabligh Akbar yang menjadi agenda tahunan di Fakultasku sebagai rangkaian acara untuk memperingati hari lahirnya. Aku pun berdiri di depan ratusan mahasiswa untuk pertama kali. Berdiri diatas panggung, di depanku terlihat ratusan pasang mata yang menatapku kala aku mulai mengucapkan salam, “Assalamu alaikum wa rohmatullahi wa barokatuh” sebagai tanda acara telah dimulaiDiikuti suara salam balasan yang terdengar lebih serempak dari para mahasiswa dan hadirin yang hadir. Aku tak menyangka, aku tak segrogi yang aku bayangkan. Lidahku tak sekaku yang aku perkirakan. Hal tersebut mungkin karena saat  aku berada diatas panggung tidak seorang diri. Ada satu temanku yang menemaniku menjadi pembawa acara, dialah Galang. Salah satu mahasiswa baru sepertiku yang saat itu tampil berani menjadi pembawa acara.

Acara besar berikutnya yakni Silaturohim Mahasiswa Baru Fakultas Ekonomi pun aku semakin percaya diri menjadi pembawa acara. Kali ini pun harus menghadapi ratusan mahasiswa baru fakultas ekonomi. Ternyata semakin percaya diri akan membuat diri ini semakin baik dalam membawakan sesuatu. Sejak saat itu aku pun semakin percaya diri dan tidak minder jika harus berbicara di depan banyak orang. Sebenarnya sejak aku di pondok pesantren dan kala SMA dulu aku juga sering menjadi pembawa acara. Mungkin hal itu yang membuatku lebih suka menjadi pembawa acara.  Walau kala di pindok pesantren dan SMA dulu hanya menghadapi puluhan orang. Tak sebanyak saat acara-acara di kampus yang mencapai ratusan hadirin. Aku senang bisa mendapat kesempatan dan kepercayaan untuk tampil di depan. Selain bisa melatih kepercayaan hal itu juga membuatku bisa banyak berperan dalam organisasi yang aku ikuti. Itulah salah satu keuntungan kala mengikuti organisasi. Aku bisa mengembangkan potensi yang aku miliki. Melatih diriku untuk berani berinteraksi dengan banyak orang. Melatih kepercayaan diri untuk berani bersuara di depan banyak orang.

Pada periode berikutnya, setelah periode kepengurusan pada tahun 2011 berakhir. Aku memutuskan untuk tetap bertahan di Eksis untuk periode selanjutnya. Selanjutnya pada periode kepengurusan tahun 2012 aku bersyukur bisa mendapatkan tugas sebagai Ketua Departemen Syiar. Setelah di tahun sebelumnya hanya menjadi staf, kini jabatan dan tugasku pun naik menjadi seorang Kadep. Pada periode ini Eksis diketuai oleh temanku seangkatanku sendiri yaitu Ardias.  Pada periode ini pun akau merasa lebih hidup dan dan lebih merasakan keseruan di Eksis. Hal itu tak lain di departeman baruku ini aku mendapatkan teman-teman baru yang lebih solid dan asyik. Departemen Syiar yang juga merupakan sebuah departeman yang menjadi nyawa dari kegiatan Eksis. Karena banyak kegiatan besar dan rutin di Eksis itu penyelenggaranya adalah Departemen Syiar. 

Aku semakin asyik berorganisasi, saat aku mempunyai tanggung jawab dan peran besar dalam organisasi ternyata aku semakin larut dalam keseruan melaksanakan kewajibanku. Apalagi kini aku semakin merasakan keakraban antar anggota di departemen Syiar yang aku pimpin. Aku mempunyai sekretaris yang menurutku sangat istimewa. Rossi Yunieka, seorang mahasiswi yang berasal dari  kabupaten Pemalang. Seorang gadis yang nampak begitu solihah dengan balutan jilbab yang menutupnya. Senyumnya nampak begitu cerah diiringi oleh baik sifatnya. Sungguh sosok gadis yang begitu istimewa yang pernah aku temui.  Sama seperti Mbak Ika kala dulu di HIMA PE, Rossi biasa aku memanggilnya. Dia juga sangat piawai sebagai sekretaris. Dia begitu pintar untuk membuat para anggota departemen Syiar betah untuk hanya sekedar rapat. Dia tampil sebagai sosok penyemangat yang luar biasa bagi anggota-anggota Syiar. Para anggota yang notabene saat itu adalah adik-adikku mahasiswa baru. Dibalik balutan jilbabnya, dia mampu menjadi sosok kakak bagi anggota didepartemenku. Sungguh aku merasa beruntung lagi bisa memiliki sekretaris seperti dia.

Kegiatan terbesar yang aku laksanakan dengan departemen Syiar adalah Tablig Akbar. Sebuah kegiatan terbesar yang diadakan oleh Eksis. Kegiatan yang sangat berkesan bagiku, pada  kegiatan ini aku belajar tentang rasa puas kala kerja keras menghasilkan keseuksesan. Waktu itu, saat acara tiba hal yang sangat dinantikan panitia adalah kedatangan para peserta. Acara itu diselenggarakan secara gratis, jika disukai banyak orang pasti peserta akan membludak. Namun kebalikannya jika tidak diminati, maka akan sangat sepi peserta. Sebelumnya, dari jam enam pagi panitia sudah menyiapkan acara. Dari menata panggung, mempersiapkan makanan buat peserta, hingga menggelar banyaknya tikar lantai secara bersama-sama. Acara kala itu diselenggarakan dalam bentuk lesehan bagi para peserta, hanya berpanggung bagi sang pembicara.  Setelah semua siap, terlihat para panitia yang menanti dengan wajah lelahnya namun tetap tersenyum manis menyambut satu peserta yang mulai datang. Aku pun sempat khawatir, akankah acara kali ini sukses atau tidak. Apakah banyak peserta yang akan datang atau tikar-tikar itu akan terisi kosong dan hanya terlihat segelintir orang yang berada di garis depan.

                Sebelumnya, beberapa hari mendekati hari H sang bendahara mengatakan bahwa banyak kekurangan dana. Sementara dana dari universitas belum bisa diambil semua. Padahal banyak biaya yang harus dibayarkan untuk mempersiapkan ini itu. Banyak biaya untuk menyewa keperluan acara. Para panitia bersusah payah mencari donatur, tak ketinggalan sebagian dari panitia pun meminjamkan uangnya untuk acara itu. Rossi pun menanyakan padaku, apakah aku masih punya tabungan. Karena sebelumnya telah aku pinjamkan uangku sebesar lima ratus ribu untuk acara itu. Namun pada saat itu ternyata masih  kurang juga, akhirnya aku lihat tabunganku. Jatah beasiswaku pun aku pinjamkan untuk menutupi kekurangan yang banyak itu, lima ratus ribu lagi. Uang sebesar itu bagiku sangatlah besar sebagai seorang penerima beasiswa. Namun rasa senang karena bisa membantu organisasiku itu mengalahkan rasa cemasku jika kekurangan uang untuk biaya kuliah dan hidup di kampus. Aku juga berfikir, pasti setelah acara berfikir uangku pun akan dikembalikan dengan segera.

                Waktu terus berjalan, tak aku sangka peserta datang dengan berduyun-duyun. Hingga aku dan beberapa panitia harus sibuk mencari tikar tambahan untuk bisa menampung banyaknya mahasiswa yang terus berdatangan. Baru kali ini aku melihat betapa ramainya acara tablig akbar yang diadakan oleh Eksis kala itu. Ratusan orang hadir untuk menerima tausyi’ah tentang kebaikan. Aku pun merasa senang, aku merasa puas melihat banyak panitia yang tersenyum pula saat acara berlangsung. Akhirnya acara itu pun berlangung dengan lancar, semua berjalan dengan baik.

Hal yang tak aku sangka, selang beberapa hari berikutnya bendahara acara itu berkata padaku, bahwa defisit pada acara tablig akbar itu begitu banyak. Sekitar dua juta, hal itu karena banyak pengeluaran yang ternyata belum tercatat saat berjalannya acara. Setengahnya adalah uang tabunganku. Sang bendahara itu pun mengatakan tak bisa mengembalikan uangku dalam waktu dekat. Aku pun mengerti, aku yang termasuk panitia pun menyadarinya. Hingga aku pun tak mempersoalkan itu. Aku hanya yakin pasti uang itu akan kembali padaku, aku meyakinkan kepada panitia yang lain terserah mau dikembalikan kapan. Hingga selang bebrapa bulan, sedikit demi sedikit kadang aku diberikan uang oleh organisasiku. Hingga sampai akhir kepengurusan akhirnya uang itu bisa dikembalikan semuanya. Aku pun tak pernah berfikir untuk menagihnya, saat itu bagiku yang penting organisasiku bisa berjalan lancar. Ntah dikembailkan atau tidak terasa saat itu tak begitu ada bedanya .

BIDIKMISI IKUT ORGANISASI, WHY NOT?  - Bagian bersama KIME FE Unnes.

Kime FE Unnes sebuah organisasi yang bergelut dalam bidang karya ilmiah di fakultasku. KIME, singkatan dari Komunitas Ilmiah Mahasiswa Ekonomi. Ini adalah organisasi keempat yang aku ikuti, sebenarnya dari dulu aku sudah berminat bergabung di dalamnya. Hal ini juga berkaitan dengan isi surat kontrak mahasiswa bidikmisi, yaitu terkait pembuatan PKM (Program Kreatifitas Mahasiswa) yang merupakan salah satu poin yang diwajibkan sebagai mahasiwa bidikmisi. Hal itu tentu sangat erat dengan karya ilmiah, sehingga dulu walaupun akau bukan anggota dari KIME tetapi aku sering sekali ikut acara KIME tentang karya ilmiah. Hal itu untuk membantuku membuat PKM dan juga tentu sangat menambah ilmu pengetahuan yang aku miliki.

Pada semester ketiga aku bisa bergabung dengan KIME. Aku masih ingat kala itu aku dengan begitu semangatnya mendaftar ketika dibuka rekruitmen anggota baru. Aku begitu semangat hingga tak aku sangka aku menjadi pendaftar pertama yang datang saat tes penerimaan anggota. Aku tak mengira hal itu, aku kira akan ada banyak pendaftar yang berduyun-duyun diawal tes pendaftaran. Namun ternyata aku lah yang pertama, baru di belakangkan terlihat beberapa mahasiswa yang mulai mengisi formulir. Tanda mereka juga akan bersaing denganku memperebutkan posisi dalam organisasi KIME. Kesemangatanku kala itu pun disambut dengan baik oleh para pengurus yang aku tahu adalah kakak tingkatku. Mereka juga heran kenapa aku sesemangat itu. Tes pendaftaran itu pun aku lalui dengan baik dan lancar, bahkan aku tak merasa tegang kala itu. Lolos tak lolos yang penting aku mendaftar. Hingga beberapa hari berikutnya kala pengumuman telah dipublikasikan, aku melihat namaku ada tertera di papan pengumuman diantara pendaftar yang lolos lain. Aku pun senang, ternyata tak sia-sia aku jadi pendaftar pertama.

Pada semester keempat ini, aku telah mengikuti banyak organisasi. Di Eksis, Imbisi dan KIM, serta ditambah lagi aku ikut BEM Fakultas ekonomi juga. Hingga tak aku sangka aku mendapat julukan baru dari para temanku, aku mulai dianggap sebagai aktifis. KIME sebagai organisasi baruku, aku hanya menjadi staf biasa dibawah kepemimpinan kakak tingkatku yang biasa aku panggil mas Afif. Aku menjadi seorang staff di departemen Jaringan Informasi dan Komunikasi. Aku dan kawan-kawan KIME menyebutnya dengan singkatan Jarkom. Walau sebagai staf biasa aku sangat aktif di dalamnya, karena bukan jabatan yang paling penting tetapi adalah kinerjanya. Saat seseorang hanya memikirkan jabatan yang disandangnya maka justru ia akan kurang aktif dalam membantu orang lain.

Keaktifanku dalam KIME ternyata mendapat perhatian dari para petinggi di dalamnya. Kala itu adalah masa-masa dimana para kakak angkatan yang mulai menginjak semester tujuh akan segera melakukan PPL (Praktik pengalaman lapanagn) dan KKN (Kuliah Kerja Nyata). Termasuk sang ketua, mas Afif. Dia mengumpulkan seluruh anggota, dengan panjang lebar dia menceritakan maksud hatinya. Saat itu mas Afif ingin mencari pengganti sementara menggantikan posisinya sebagai ketua KIME. Semua fungsionaris terdiam, ntah siapa yang akan dipilihnya. Mas Afif dan para kakak tingkat di KIME kemudian mengusulkan tiga nama untuk menggantikannya sementara. Pertama, seorang wanita yang sudah lama di KIME yang juga salah seorang ketua departemen. Dia adalah Laela Meni’ Nur Chasanah, salah satu mahaiswa sesemester denganku dan juga merupakan mahasiswa bidikmisi juga. Kedua, dia adalah seorang laki-laki yang juga merupakan ketua departemen. Aku biasa memanggilnya Ridho, sama dia juga satu semester denganku. Kemudian yang ketiga, tak aku sangka adalah namaku yang tersebut. Aku terkaget, kenapa aku?. Aku mahasiswa yang baru bergabung dengan KIME, aku juga hanya seorang staff. Kenapa aku disandingkan dengan dua kandidat lain yang mereka semuanya adalah seorang ketua departemen.

Waktu terasa berjalan lebih lembat, mas Afif kemudian menerangkan alasannya kenapa memilih tiga kandidat itu termasuk diriku. Ia menganggap kami berkompeten menjadi penggantinya. Aku pun keberatan, karena aku adalah orang yang baru di KIME. Tak enak rasanya jika harus bersaing dengan orang-orang yang sudah lama bergabung dengan KIME. Namun jawaban mas Afif dan begitu pun para kakak tingkat yang lain adalah karena aku dipandang sangat aktif berkegiatan di KIME dan juga sangat aktif diorganisasi lain.

Setiap kandidat diminta untuk memberikan sepatah dua patah kata untuk menanggapi pencalonannya. Rata-rata semua keberatan dan merasa seolah merendah tak sanggup. Namun setelah didesak akhirnya mereka menyanggupinya. Alasan mereka menolak pencalonan ditolak oleh para anggota yang hadir, kecuali alasan dariku. Aku yang dari awal tak pernah berniat menjadi pengganti mas Afif kala itu menyampaikan ketidak sanggupanku. Aku banyak beralasan, aku adalah orang baru di KIME. Kemudian aku juga mengatakan bahwa saat itu aku sudah banyak aktif di organisasi lain, ada tiga organisasi lain diantaranya aku mempunyai tugas penting pula sebagai ketua departemen. Aku khawatir tak bisa membagi waktu untuk KIME, dan justru tak bisa membuat prioritas di KIME. Dari ketiga kandidat itu, hanya aku yang diterima alasan pengunduran diri dari pencalonan. Aku pun senang, bukan karena aku bisa lolos dari beban berat. Namun aku senang bisa menahan diri untuk haus akan jabatan. Aku senang bisa mengambil keputusan dengan fikiran dingin, dengan mempertimbangkan tanggung jawabku di organisasi lain. Memang kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin itu tak datang  terus menerus, itu kesempatan yang bagus untuk meraih posisi terbaik dalam organisasi. Namun bagiku mempertimbangkan banyak orang yang lain terasa lebih bijak, mempertimbangkan bahwa untuk bisa bermanfaat di organisasi lain yang saat itu butuh aku. Tak hanya KIME.



UNTAIAN HIKMAH 

Pertama, Kadang suatu hal itu terasa sangat berat sebelum kita mencobanya, padahal hal itu sebenarnya ringan. Hal itu karena kita hanya melihatnya dan terlalu percaya dengan apa yang dikatakan orang lain. Padahal yang terlihat sering kali tak seperti kenyataannya, dan sering kali perkataan orang lain itu hanya berdasar pengalamannya sendiri. Mengapa kita tak mencari tahu lebih dalam, dan membuktikan apa yang dikatakan orang lain itu. Berorganisasi kelihatan berat dan sangat menggaggu kuliah, tetapi nyatanya tidak bagiku.

Kedua, Saat kita diberikan perintah mengangkat sebuah batu besar, jika kita sungguh-sungguh niscaya kita akan berusaha mengangkatnya. Ntah akan bisa terangkat atau tidak, namun kemungkinan batu itu akan tetap bergeser sedikit. Faktanya tanpa kita sadari, seiring usaha yang kita lakukan itu kemampuan atau kekuatan kita telah bertambah. Seperti itulah yang kurasa saat berorganisasi, tugas dan tanggung jawab yang terlihat berat ternyata mampu membentuk kepribadian dan menambah kemampuan diri. Hal itu pun terjadi seolah tanpa aku sadari, karena aku terlalu asyik berusaha mengusahakan tanggung jawabku.

Ketiga, Sebuah tanaman akan tumbuh dengan baik di tanah yang subur. Sebuah tanaman akan tumbuh dengan baik jika tanaman diampingnya tak menghambatnya tumbuh. Hal itulah yang aku rasakan kala berorganisasi, aku merasa dapat berkembang dengan baik. Dari yang tak berani bicara, menjadi orang yang suka bicara didepan orang lain. Dari yang tak berani berpendapat, menjadi orang yang rugi jika tak berpendapat. Serta banyak hal yang lainnya. Kemudian, dalam berorganisasi teman-teman yang ada didalamnya pun mempengaruhi. Banyak orang-orang dengan berbagai karakter di dalamnya, tinggal kita bisa ambil pelajaran dari semua karakter itu. Kita pilah dan kita pilih untuk melengkapi kekurangan kita.

Keempat, Keikhlasan, itu adalah sebuah sifat yang sangat unik. Kita mampu bahagia, kala kita merasa telah bisa membuat orang lain bahagia. Kita tak begitu memperdulikan apa saja yang telah kita lakukan, kita hanya berharap seseorang akan bahagia dengan apa yang telah kita lakukan. Ntah itu akan diketahuinya atau tidak, kita tak mempersoalkannya. Seperti itu mungkin yang aku rasa kala berorganisasi, di Eksis contohnya. Aku merasa bahagia saat aku bisa membuat orang-orang di Eksis merasa berhasil melaksanakan sebuah acara besar. Melatih keikhlasan, hal itu adalah salah satu kesenangan yang istimewa dalam berorganisasi.


Kelima, Kita itu akan dinilai orang lain karena kerja dan perbuatan kita, dan kita akan mempunyai nilai yang istimewa jika kita mampu bekerja lebih dari orang lain. Hal itu lah yang menjadi pelajaran berhara saat aku di KIME, kala aku dinilai menjadi seorang yang aktif dan dicalonkan menjadi pengganti sementara sang ketua. Tanpa kita sadari, saat kita sedang asyik aktif melakukan suatu hal. Ternyata banyak orang yang sedang memperhatikan kita. Tetapi bukan perhatian yang layaknya kita tuju, karena mencari perhatian justru tak membuat kita berpura-pura. Sebaliknya kala kita ikhlas, kita akan melakukan banyak hal dengan begitu maksimal.

1 Response to "BIDIKMISI IKUT ORGANISASI, WHY NOT? - Catatan Sang Bidikmisi Ke-10"

BERLANGGANAN GRATIS VIA EMAIL

Dapatkan Artikel Terbaru Dari Blog Mas Agus JP Melalui Email Anda.