Belajar Dari Penjual Bakso


Ceritaku hari ini :
Kamis, 8 November 2012

Belajar dari Penjual Bakso
                Sore itu sebelum pulang dari kampus, aku mampir ke tukang tambal ban tapi untuk memompa sepeda ontel kebanggaanku yang biasa menemaniku kuliah. Setelah itu, aku beli sebuah minuman untuk menghilangkan rasa dahagaku sambil duduk-duduk disamping tukang tambal ban itu. Duduk-duduk sambil melihat lalu lalang mahasiswa yang melewati bundaran Unnes. Mereka yang berjalan kaki, mereka yang berlari-lari, yang mengontel sepeda dan yang paling sliweran adalah penunggang mesin beroda dua dari Jepang itu. Tak berapa lama, datang penjual bakso mini yang sudah cukup akrab denganku. Ya karena sering aku membeli dagangannya berupa bola-bola tepung campur daging itu.

                Berbincang-bincang panjang lebar. Aku senang bisa berinteraksi dengan para pedagang kaki lima disekitar Unnes. Karena memang tak boleh sok-sokan hanya aku adalah seorang mahasiswa. Memang aku rasa banyak sekali dari mahasiswa itu sudah mulai menyombongkan diri karena merasa dirinya adalah seorang mahasiswa. Merasa kaum intelektual lah, kaum terpelajar lah, dan agent Of Change katanya. Hingga banyak dari mereka yang enggan bergaul dengan orang-orang kecil. Seperti pedagang kaki lima misalnya. Apalagi bergaul atau berinteraksi dengan mereka, membeli produk dari para pedagang kaki lima itu aja mereka bilang nggak level. Seperti makanan contohnya, pernah aku dibilangin temenku kenapa kamu makannya ditempat-tempat seperti itu (Pedagang pinggiran). Ini yang membuat aku heran, sering para mahasiswa itu berteriak-teriak
dijalan mengatasnamakan rakyat kecil lah, para petani lah, pedagang kaki lima lah dan lain-lain banyak lagi. Tapi kenapa mereka itu bergaul berinteraksi dan membeli barang-barang rakyat kecil aja ogah. Beli makan, maunya dirumah makan direstoran dikafe-kafe. Beli barang-barang kebutuhan maunya di mall di supermarket atau kalau nggak ya di minimarket-minimarket milik orang asing itu. Terus kapan teriakan dijalan itu bisa diwujudkan “Sejahterakan rakyat kecil....!!!, Peduli dengan rakyat kecil...!!!”.
                Kembali ketukang bakso yang menemaniku ngobrol. Aku pun betanya-tanya padanya, pemuda yang baru berusia kurasa lebih muda dariku itu pun menjawab dengan penuh keceriaan.
Aku        : Asalmu asli dari mana ?
PBM (Pedagang bakso Mini ) : Aku asli dari sini mas, Banaran situ lho.
Aku        : Wah dekat juga ya
PBM      : Iya, makanya aku ya santai aja jualan disini.
                Pelajaran pertama, sungguh hebat pemuda ini aku rasa. Tidak terasa ada rasa gengsi didirinya jualan bakso mini. Padahal para pemuda seumur dia pasti lagi seneng-senengnya bermondar-mandir ria. Bermain-main habiskan waktu, Kesana kemari boncengkan pacarnya. Tapi pemuda ini justru sudah bekerja ditempat kelahiranya tanpa terlihat ada gengsi. Ini mengajarkanku bahwa tak boleh ada gengsi dalam berbuat yang sekiranya baik.
                Pelajaran kedua, adalah terkait Peluang Usaha. Materi peluang usaha sebenarnya sudah aku sering dengar dalam bangku kuliah. Tapi ini secara nyata, pemuda itu tunjukan. Dimana dia berani berjualan bakso mini, karena memang peluang dari ribuan mahasiswa Unnes ya pasti akan ada yang membeli baksonya. Terbukti saat aku disitu menanyakan baksonya dan ingin beli, dia mengatakan bahwa baksonya telah habis. Terus fikirku sekarang, nanti usaha apa yang akan aku buat untuk mengisi semua peluang-peluangku. Padahal aku sudah menjadi mahasiswa, sudah diajari teori ekonomi ini itu. Tapi masak kalah dengan pemuda itu.
                Pelajaran ketiga,  Harus berjiwa bos.  aku semakin asyik berbincang-bincang dengannya.
Aku        : Kamu buat baksonya sendiri atau setoran dari orang lain ?
PBM      : Aku buat sendiri mas, ya supaya nggak ribet dan bisa lebih santai. Daripada jika jadi anak buah atau dibawahin orang jika salah ini itu, dagangan nggak laku waaaah bisa dimarahi dan disuruh ganti.
Ini menjadi penegasan bahwa lebih enak itu jadi seorang bos atau nggak dibawahin orang. Bisa lebih santai dan nyaman dalam bekerja tanpa ada kungkungan dari atasan.

                Pelajaran keempat, kerja keras. Semakin seru dan takjub rasanya.
Aku        :  Bahan-bahan buat bakso itu kamu dapat dari mana ?
PBM      : aku beli dari pasar ungaran
Aku        : jadi setiap hari kamu kepasar Ungaran ?
PBM      : Iya mas, setiap jam setengah lima pagi aku berangkat kepasa Ungaran untuk membeli daging sapi campuran bakso misalnya.
Aku        : Wah pagi sekali
PBM      : iya mas, sebenere sih dari jam satu malam itu udah pada antri di pasar Ungaran. Ya tapi karena aku naik angkot, ya bisaku jam setengah lima pagi itu berangkatnya. Ya mana mungkin ada angkot jam satu malam menuju kesana dari sini.
Sungguh semangat bekerja keras pemuda ini, jam setengah lima dimana para mahasiswa kebanyakan masih dalam tidur lelapnya. Dia sudah bersiaga bekerja dengan naik angkot menuju kepasar. Aku merasa kalah lagi dengannya, jam setengah lima aku masih tak bisa rutin bangun sepagi itu. Masih lelap-lelapnya bermimpi, dia sudah berjuang dalam usahanya.
                Berbagai pelajaran yang sangat berharga untuk kehidupan, sebenarnya ternyata banyak sekali disekililingku. Mungkin inilah cara Allah menunjukan bahwa perlunya kita bisa belajar dari sesama, hingga memang benar bahwa “Tali Silatur Rohim” atau interaksi antara sesama itu akan banyak sekali membangun dan bermanfaat bagi kita semua.

0 Response to "Belajar Dari Penjual Bakso"

BERLANGGANAN GRATIS VIA EMAIL

Dapatkan Artikel Terbaru Dari Blog Mas Agus JP Melalui Email Anda.