Ndompeng, Dilema Kerasnya Pekerjaaan Di Tanah Rantau.

Ndompeng, Dilema Kerasnya Pekerjaaan Di Tanah Rantau.
image : tribunnews.com

Sekilas Tentang Ndompeng
Ndompeng, sebuah istilah pekerjaan seorang penambang mas. Ndompeng, dahulu aku bertanya-tanya pekerjaan seperti apa ndompeng itu. Seperti apa pekerjaannya, hingga banyak di antara orang-orang di daerahku yang pergi merantau untuk ndompeng. Hingga aku tahu seperti apa ndompeng itu, setelah aku melihat sendiri seperti apa pekerjaan para pendompeng itu saat aku merantau ke Kalimantan.

Ndompeng, sebenarnya kata ini diistilahkan dengan sebuah mesin yang dipakai untuk menambang emas. Sebuah mesin diesel bermerk DONG FENG. Hingga karena untuk memudahkan penyebutan, maka terucaplah kata NDOMPENG. Hingga sampai sekarang, orang-orang tetap menyebutnya dengan sebutan pekerjaan ndompeng.

Kerasnya Ndompeng
Menambang emas dengan cara ini memang tergolong pekerjaan yang berat. Dimana para pekerja menggali medan tanah, pasir, atau gambut dengan cara yang manual. Hanya dibantu dengan tenaga beberapa diesel. Menggalinya hingga membuat seperti lubang yang dalam beberapa meter. Layaknya seperti membuat sumur, sungguh bahaya jika tiba-tiba tanah yang digali itu longsor. Maka akibatnya, jika tidak menyadarinya maka sang pekerja bisa tertimbun tanah ataupun batu yang digalinya. Istilah tertimbunnya pekerja ini dikenal dengan istilah KETIMBUS. Bahkan, paman saya sendiri pernah menjadi salah satu korbannya hingga ia pun meninggal di tanah perantauan.

Miris rasanya, saat di Kalimantan aku melihatnya dengan langsung. Walau disana aku tidak ikut bekerja sebagai seorang pendompeng. Kebetulan aku bersebelahan dengan mereka bekerja. Saat itu aku hanya merantau sebagai pencari pasir Zircon, atau dikenal dengan poyak. Kerja yang bersebelahan inilah yang membuatku sedikit banyak paham tentang apa yang mereka kerjakan. Dari mulai mereka menggali tanah, memecah batu seharian, hingga bergelut dengan air kubangan yang begitu kotor di dalam lubang. Hingga yang paling miris tentang standar keamanan yang selalu mengancam nyawa mereka. Hanya ada seseorang yang menjaga di atas lubang, mengawasi dari atas terkait kondisi tanah atau pasirnya. Jika retak atau terjadi rebahan, maka akan segera memberi kode agar setiap orang dalam lubang segera naik. Hal itu tentu bukan hal yang mudah, untuk keluar dari lubang yang dalamnya beberapa meter. Tentulah butuh waktu yang singkat sekali, dibanding dengan cepatnya runtuhnya pinggiran lubang itu yang bisa menutup semua galian secara seketika.

Tentang Razia, Status Pekerjaan Ndompeng.
Waktu aku di Kalimantan memang tidak aku temui adanya razia bagi para pendompeng. Hal itu karena mereka memang bekerja di lokasi tambang, sebuah lokasi yang katanya diperbolehkan untuk melakukan penggalian dan pertambangan emas, ataupun sumber daya alam lainnya seperti halnya poyak. Bahkan memang sudah ada pajak khusus dari setiap hasil dari kerjaan kami. Jadi tidak ada kegelisahan terkait adanya razia dari pihak kepolisian ataupun petugas lainnya. Namun akhir-akhir ini aku membaca berita dari berbagai media, terkait gencarnya sebuah razia bagi para pendompeng di daerah Sumatra. Aku sendiri tidak tahu detail rincinya seperti apa. Namun dalam setiap pemberitaan, memang dikatakan bahwa razia itu untuk menghentikan penambangan emas secara ilegal. Sungguh miris memang, karena memang risikonya adalah terkait pidana dan penjara. Di daerah Sumatra, aku sendiri tidak pernah merantau kesana. Karena setelah merantau ke Kalimantan, aku berniat untuk sekolah lagi. Namun sekarang ini, masih banyak temanku yang merantau kesana, entah itu di perkebunan sawit, di perbengkelan, di perkebunan karet, dan juga ada pula yang sebagai pendompeng.

Suka Duka Seorang Pendompeng
Tentu aku sendiri tidak bisa menjelaskan secara rinci terkait suka duka mereka, karena aku hanya melihatnya. Bukan orang yang benar-benar merasakannya. Namun karena tempat kerjaku dulu memang hanya bersebelahan beberapa meter saja, serta banyak temanku yang bercerita. Ada banyak kisah suka duka yang mereka ceritakan. Dari segi sukanya, memang tak jarang para pendompeng itu ketika pulang bisa mendapatkan rejeki yang banyak. Pulang-pulang bangun rumah, pulang-pulang beli motor, beli mobil, atau terlihat mereka mendapatkan uang yang banyak. Dalam istilahnya sering disebut dengan kata "CAER". Namun selain yang caer itu, ada pula yang tak dapat uang sama sekali. Bahkan harus dikirimi uang dari kampung halaman, karena tidak punya uang di perantauan. Sehingga untuk bisa pulang kembali, mereka harus dikirimi. Tentu yang paling miris adalah terkait adanya razia dari pihak berwajib, mereka berhadapan dengan tuntutan pidana dan penjara. Niat mencari rejeki namun malah berhadapan dengan hukum. Kecuali bagi mereka yang mendompeng di area yang diperbolehkan, niscaya tidak ada kata razia yang tertakutkan di benak mereka.

Aku lihat pula betapa kerasnya pekerjaan ndompeng itu, dari pagi hingga sore dibakar oleh teriknya matahari. Hingga tak heran, jika setelah pulang kampung maka kulit mereka akan berwarna hitam dengan rambut yang agak pirang. Jika menggambarkan kerja keras mereka, tentu sulit untuk digambarkan dengan kata-kata. Seperti halnya aku dulu, tentu tidak akan paham jika aku tak melihatnya sendiri.

Ilegal dan Legal dalam Mencari Rejeki
Kadang aku berpikir bagaimana teman-temanku yang ndompeng itu menjalani kehidupan disana. Apalagi mereka yang bekerja yang katanya dikatakan ilegal. Aku sedih pula, jika ada dari mereka yang ditangkap polisi dan dipenjarakan. Walaupun disisi lain, memang tentunya hukum itu harus ditegakkan. Namun bukan tentang hukum dan menghukumnya, bukan sekadar ilegal dan legalnya. Namun bagaimana sikap pemerintah daerah menyikapi hal itu. Tentunya pemerintah daerah sedikit banyak tahu tentang pekerjaan para penduduknya. Dalam hal ini tentang di daerahku sendiri, kabupaten Pati. Tentunya pemerintah daerah di kabupaten Pati akan memahami pekerjaan para penduduknya. Termasuk ada warganya yang mendompeng di tanah Sumatra. Aku rasa tidak mungkin pemerintah sekaliber kabupaten Pati tidak mengetahuinya, karena aku saja yang masih anak kecil mengetahuinya. Jika memang statusnya ilegal, mengapa tidak ada kegiatan pembinaan untuk mereka. Melakukan pembinaan bahwa memang kegiatan mereka itu tidak diizinkan dan dapat dipidana. Mengapa tidak mengarahkan mereka ke arah pertambangan yang legal dan tidak melanggar hukum. Dibina agar status pekerjaan mereka itu tidak menyalahi aturan, bagaimana izinnya, bagaimana alurnya, bagaimana tata caranya agar tidak di razia. Ibaratnya sebagai orang tua, tentu orang tua yang baik itu akan mengajari anaknya agar melakukan hal yang baik. Kalau soal tangkap menangkap penjahat itu adalah hal yang mudah bagi polisi. Namun jika dengan sengaja membiarkan seseorang melakukan kejahatan, padahal sejatinya kita bisa mencegahnya. Lalu dengan sekejap menangkapnya ketika melakukan kejahatan. Hebat memang, namun aneh rasanya.

Ibaratnya anak kecil yang mau mencuri sandal, sebenarnya kita bisa mencegahnya untuk mencuri sandal. Namun malah kita menantinya mencuri, membiarkannya mencuri. Lalu setelah dia mencuri, lalu kita dengan sigap menangkapnya seraya berkata. "Wah kamu ini pencuri sandal, ayo ikut saya ke kantor polisi."

Beginilah susahnya menjadi rakyak kecil, pekerjaan tak selalu ada. Pekerjaan sulit dicari, jika ada terkadang penuh dengan persyaratan ini dan itu. Sedangkan lahan pertanian memang semakin menipis pula, apalagi saat musim kemarau seperti ini. Semoga pemerintah daerah tidak membiarkan hal ini berlarut-larut. Tidak membiarkan warganya melakukan pekerjaan-pekerjaan yang ternyata menyalahi aturan, apalagi malah membiarkannya walau sudah tahu detailnya. Semoga negeri ini bisa semakin berbenah menjadi lebih baik, sehingga banyak tersedia pekerjaan-pekerjaan yang mudah di akses warga. Pekerjaan yang tidak takut akan di razia, tidak takut akan menyalahi aturan. Semoga pemerintah bisa segera mewujudkannya.

1 Response to "Ndompeng, Dilema Kerasnya Pekerjaaan Di Tanah Rantau."

BERLANGGANAN GRATIS VIA EMAIL

Dapatkan Artikel Terbaru Dari Blog Mas Agus JP Melalui Email Anda.